Sejumlah warga melakukan doa bersama menolak relokasi di Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu, 11 Oktober 2023. Warga asli dari lima kampung yakni Pasir Merah, Belongkeng, Pasir Panjang, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City Pulau Rempang tahap pertama menggelar aksi solidaritas dan doa bersama menolak untuk direlokasi. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Warta Tangsel - Pulau Rempang - Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang baru-baru ini mengungkapkan bahwa warga Pulau Rempang tetap konsisten dalam menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Mereka juga membantah klaim pemerintah pusat yang menyatakan bahwa 70 persen warga sudah bersedia untuk direlokasi.


Perwakilan tim solidaritas, Ahmad Fauzi, secara tegas mempertanyakan klaim Menteri Investasi Bahlil Lahdalia yang sering menyebutkan bahwa 70 persen warga Rempang sudah setuju untuk direlokasi. Fauzi menantang pemerintah untuk memperlihatkan data yang mendukung klaim tersebut. "Menteri Bahlil selalu bilang 70 persen warga setuju direlokasi, kalau betul, tunjukkan data itu," kata Fauzi.


Tim solidaritas ini terdiri dari berbagai lembaga hukum dan lingkungan, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Nasional, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Peradi Kota Batam, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).


Namun, situasinya menjadi semakin kompleks dengan protes dari masyarakat Pasir Panjang, yang bahkan mengusir Menteri Bahlil karena merasa diberikan data yang keliru. Fauzi memberikan contoh lain, bahwa kurang dari 30 dari 139 kepala keluarga di Kampung Pasir Panjang bersedia untuk direlokasi.


"Sampai sekarang, masyarakat, termasuk 23 kampung lainnya di Rempang Galang, bersama-sama menolak relokasi," ujar Fauzi.


Fauzi juga menyoroti bahwa mayoritas warga yang bersedia direlokasi adalah pegawai negeri sipil, pegawai Badan Pengelolaan Batam, dan profesi serupa, sementara masyarakat kampung yang memiliki lahan di sana menolak direlokasi.


Selain permasalahan relokasi, intimidasi terhadap warga Rempang masih menjadi perhatian. Meskipun situasi di Pulau Rempang dianggap kondusif, Fauzi menyatakan bahwa warga masih sering menghadapi intimidasi.


"Inimidasi yang terbaru adalah pengukuran lahan dengan pengawalan polisi yang membawa parang. Kejadian ini sudah terulang berkali-kali, tetapi karena masyarakat sudah paham dan sadar, mereka langsung mengusir kedatangan pengukur lahan," jelasnya.


Di sisi lain, Direktur Walhi Riau, Boy Even Sembiring, menegaskan bahwa kondisi warga di Rempang telah membaik, dan aktivitas keseharian berjalan seperti biasa. Namun, ia mendesak pemerintah untuk membatalkan Proyek PSN Rempang Eco-City sebagai solusi terbaik.


"Jadi, jika pemerintah ingin mendukung pemulihan ekonomi warga Rempang, saatnya untuk mempertimbangkan pembatalan proyek Eco-City ini," kata Boy.


Sebagai catatan, Badan Pengelola Batam (BP Batam) mengklaim bahwa sedikitnya 67 Kepala Keluarga di Pulau Rempang sudah pindah ke hunian sementara, dengan tambahan dua KK dari Desa Pasir Merah pada Senin, 30 Oktober 2023.


Penulis : Adinda Retno Budiarti

Editor : Muhammad Miko Prayoga