Pakai jas almamater Kampus Al Washliyah saat mengusir pengungsi Rohingya dari Balai Meuseuraya Aceh pada Rabu (27/12/2023), PEMA kampus setempat sampaikan klarifikasi. (Foto : Istimewa) 

Warta Tangsel - Pakai jas almamater Kampus Al Washliyah saat mengusir pengungsi Rohingya dari Balai Meuseuraya Aceh, Pemerintah Mahasiswa (PEMA) kampus setempat sampaikan klarifikasi.


Presiden Mahasiswa Kampus Al Washliyah, Mohd Aziz bersama Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) di lingkungannya menyampaikan pernyataan sikap terkait beberapa peserta aksi yang mengenakan jas almamater kampus setempat.


Pihaknya dengan tegas menyatakan tidak terlibat dalam aksi yang berlangsung di Balai Meuseuraya beberapa hari lalu.


Hal ini menyikapi perkembangan pasca kegiatan demonstrasi penolakan pengungsi Rohingnya BMA Banda Aceh yang membawa-bawa atribut kampusnya tersebut.


"PEMA Al Washliyah dengan ini menyatakan tidak terlibat dan tidak ikut serta dalam aksi penolakan warga Rohingnya yang terjadi pada Desember 2023," jelas Aziz dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/12/2023).


Pihaknya juga mengutuk keras tindakan individu mahasiswa yang ikut aksi mengatasnamakan PEMA Al Washliyah Banda Aceh.


PEMA menyampaikan, jika ada peserta yang mengatasnamakan mahasiswa kampus Al Washliyah Banda Aceh, itu merupakan inisiatif pribadi dan bertanggung jawab secara pribadi.


"Tidak atas arahan dan seruan dari PEMA Al Washliyah Banda Aceh," pungkasnya.


BEM USK Kutuk Aksi Mahasiswa Serang Pengungsi Rohingya


Hal yang sama disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (BEM USK).


Pihaknya mengutuk sekaligus menegaskan tidak ikut-ikutan aksi mengusir serta melempar para pengungsi Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).


Sebelumnya Ketua BEM USK, M Habil Fasya mengungkapkan, banyak mendapat pertanyaan terhadap aksi yang dilakukan sekelompok mahasiswa beberapa hari lalu.


"Tidak etis yang mengatasnamakan BEM USK," kata Habil dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/12/2023).


Ketua BEM USK itu menjelaskan, pihaknya memang melaksanakan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Aceh, namun pada Jumat (22/12/2023) lalu.


Aksi damai terkait permasalahan pengungsi Rohingya itu dikatakannya, berhasil membuka ruang dialog antara BEM USK dengan PJ Gubernur Aceh.


Pihaknya berdialog untuk mencari solusi terbaik dengan mengedepankan kemaslahatan rakyat Aceh.


"Sehingga tidak akan ada aksi demonstrasi lanjutan dari BEM USK," kata Habil.


Kemudian, dia juga menegaskan kalau BEM USK dan mahasiswa USK tidak terlibat dan ikut-ikutan dalam aksi penolakan pengungsi Rohingya di Gedung BMA beberapa hari lalu.


Aksi tersebut ditandai dengan pemindahan paksa para pengungsi Rohingya dari gedung Balai Meuseuraya ke Kanwil Kemenkumham Aceh pada Rabu 27 Desember 2023.


Pihaknya menegaskan, BEM USK menolak segala bentuk aksi yang menyebabkan kerusuhan tanpa mengabaikan kemaslahatan rakyat Aceh terkait penyelesaian pengungsi Rohingya.


"BEM USK menolak segala bentuk aksi yang menyebabkan kerusuhan," kata Habil.


"Termasuk penerobosan dan penyerbuan terhadap para pengungsi Rohingya," tambahnya.


HMI Banda Aceh Sebut Tak Cerminkan Kaum Terpelajar


Sementara hal yang sama disampaikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banda Aceh.


Pihaknya menyayangkan sikap arogansi sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam payung BEM Nusantara di BMA Banda Aceh, Rabu (27/12/2023) lalu.


Ketua Umum HMI Cabang Banda Aceh, Zuhal Rizki MF mengatakan, seyogyanya mereka sebagai salah satu elemen dari kaum intelektual yang kritis tidak menghilangkan rasa empati dan sisi kemanusiaannya.


Berbagai umpatan dan narasi hinaan dilontarkan oleh massa aksi kepada pengungsi tersebut, harusnya dipikirkan terlebih dahulu.


Apalagi mereka juga menendang dan melempar barang-barang milik pengungsi tersebut. Hal ini para pendemo menurutnya seperti sekumpulan mamalia.


“Hal ini setidaknya menggambarkan massa aksi tersebut tak lebih dari kumpulan mamalia yang tidak memiliki rasio,” kata Zuhal dalam keterangannya yang diterima Serambinews.com, Kamis (28/12/2023).


Ketum HMI Banda Aceh itu mengatakan, kaum terdidik mesti paham terhadap tujuan pendidikan itu sendiri sebagaimana mengutip Tan Malaka "Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan".


“Namun apa yang terjadi, hari ini sama sekali tidak mencerminkan diri sebagai kaum terpelajar,” kata Zuhal.


Pendidikan itu menurutnya menghaluskan budi, tidak melahirkan keangkuhan karena merasa lebih tinggi dalam kehidupan sosial.


Tanggung jawab pendidikan dengan kata lain adalah memerdekakan jiwa dan pikiran pembelajar.


“Pramoedya Ananta Toer juga pernah berkata, seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan,” ucap Zuhal.


Selanjutnya, secara kelembagaan HMI Cabang Banda Aceh juga mendesak otoritas berwenang dalam lingkup nasional dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dan Gubernur Aceh agar mengambil keputusan yang bijaksana dan solutif dalam koridor hukum Negara.


Hal ini merujuk pada pasal 3 UU Nomor 37 Tahun 1999 yang dijelaskan dalam pasal 3 Perpres 125 Tahun 2016.


Diketahui pengungsi Rohingnya mengalami penderitaan sosial oleh Junta Militer Myanmar dan human trafficking (perdagangan manusia).


“Jangan sampai mereka juga mengalami kekerasan yang dilakukan oleh kaum demagog berjubah almamater,” kata Zuhal.


Terakhir, pemerintah pusat dan daerah seyogyanya juga harus melahirkan kebijakan yang mampu menjawab persoalan sosial ini.


“Sehingga tidak akan melahirkan konflik horizontal di Aceh,” pungkasnya.


Penulis : Muhammad Miko Prayoga