(Foto : Paxels.com)

Warta Tangsel - Generasi alpha merujuk pada generasi yang lahir diatas tahun 2010. Mereka merupakan anak-anak dari generasi milenial. Generasi alpha memiliki karakteristik yang akrab dengan dunia digital dan diklaim memiliki kecerdasan yang lebih dibanding generasi sebelumnya. Mc Crindel dalam tulisannya di majalah Business Insider meramalkan 2,5 juta anak generasi alpha lahir dalam setiap minggunya. Ia juga memprediksi jika generasi alpha tidak lepas dari gawai, kurang bersosialisasi, kurang kreativitas, dan individualis.


Beberapa dampak yang ditimbulkan adanya cyber bullying terhadap psikologi anak diantaranya;

Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Psikolog Jean Twenge menunjukkan bahwa generasi alpha mengalami peningkatan depresi dan kesendirian di Usia Muda. Mereka jarang keluar rumah, tetapi menghabiskan banyak waktunya untuk berselancar di dunia online. Dalam laporan Twenge menunjukkan bahwa generasi alpha menghabiskan waktunya untuk sosial media, internet, dan pesan singkat.

Perkembangan anak generasi alpha tak dapat dipisahkan dari peran teknologi yang berkembang kian pesat utamanya media sosial. Perkembangan media sosial yang pesat ini memungkinkan para generasi alpha untuk memanfaatkannya dalam kehidupan mereka. Salah satu hal yang sering terjadi di media sosial adalah cyber bullying.


Merujuk dari definisi cyber bullying yang dikutip dari unicef.org bahwa kegiatan cyber bullying merujuk pada perundungan menggunakan media sosial. Kegiatan perundungan ini dapat melalui media sosial, platform bermain gim, dan aktivitas ponsel. Cyber bullying dilakukan bertujuan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.


Kasus yang sedang santer di media sosial saat ini yaitu seorang bidan berinisial C yang sedang viral karena Ia menyenggol profesi guru. Akibatnya Ia dibully ramai-ramai di media sosial bahkan pernyataannya di akun tiktoknya direpost ribuan akun yang tidak suka dengan pernyataannya menghina profesi guru. Ia juga disindir ribuan unggahan yang juga tidak suka dengan hinaannya kepada profesi guru.


Fenomena ini kedepan akan menjadi hal yang sering terjadi dimasa mendatang. Generasi Alpha lebih rentan terhadap cyberbullying karena mereka terbiasa menggunakan media digital dan terhubung dengan orang lain secara daring. Mereka masih dalam tahap perkembangan dan belum memiliki kemampuan untuk mengatasi cyber bullying secara efektif.


Pertama, Stres dan kecemasan. Anak yang menjadi korban cyber bullying seringkali mengalami tingkat stres dan kecemasan yang tinggi. Mereka mungkin merasa tidak aman dan terancam setiap kali mereka menggunakan internet atau media sosial.

Kedua, Penurunan harga diri. Anak-anak yang menjadi korban cyber bullying sering mengalami penurunan harga diri. Mereka mungkin mulai merasa tidak berharga atau tidak dicintai karena serangan yang mereka alami secara online.

Ketiga, Mengalami depresi. Cyber bullying dapat menyebabkan depresi pada anak-anak. Mereka mungkin merasa sedih, putus asa, dan kehilangan minat dalam kegiatan yang mereka sukai. Depresi bisa menjadi kondisi serius yang memerlukan perhatian dan perawatan yang tepat.


Keempat, Mengalami gangguan tidur. Cyber bullying dapat mengganggu pola tidur anak-anak, menyebabkan kesulitan tidur atau insomnia. Gangguan tidur dapat memperburuk masalah kesehatan mental dan fisik lainnya.


Kelima, Menimbulkan kurangnya percaya diri. Anak-anak yang menjadi korban cyber bullying mungkin kehilangan rasa percaya diri mereka. Mereka mungkin merasa tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang lain atau mencapai tujuan mereka.


Keenam, Kemarahan dan perilaku agresif: Beberapa anak mungkin merespon cyber bullying dengan merasa marah dan agresif. Mereka mungkin mencoba untuk membalas dendam atau menunjukkan perilaku agresif terhadap orang lain.


Ketujuh, Melakukan isolasi sosial. Anak-anak yang menjadi korban cyber bullying mungkin mulai mengisolasi diri dari teman-teman dan keluarga. Mereka mungkin merasa malu atau tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain karena pengalaman yang mereka alami secara online.


Kedelapan, Menimbulkan pemikiran dan perilaku merusak diri. Dalam kasus yang ekstrim, cyber bullying dapat menyebabkan anak-anak berpikir tentang atau bahkan mencoba melakukan perilaku merusak diri seperti bunuh diri.


Mengingat begitu besarnya dampak psikologi perilaku cyber bullying maka orangtua perlu peka terhadap perilaku bermedia sosial anak. Dalam mengatasi dampak psikologis cyber bullying, orang tua dan pengajar harus memberikan dukungan emosional dan mendukung anak-anak korban cyber bullying. 


Orangtua dan para pengajar dapat mendengarkan mereka dengan penuh perhatian, menawarkan saran yang positif, dan mengajak mereka untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan. Selain itu, penting juga untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah cyber bullying dengan meningkatkan kesadaran tentang konsekuensi dari perilaku tersebut dan mengajarkan anak-anak cara berkomunikasi secara sehat dan aman di dunia daring.


Penulis : Dony Purnomo (Kontributor)
Editor : Muhammad Miko Prayoga